Jika boleh menganalogikan diri kita bagaikan bunga “sakura”, yang terlihat indah diantara pohon ranting sisa musim dingin, itulah kita muslimah Indonesia yang senantiasa istiqomah diantara begitu hedonisme di negeri morning calm Korea. “A pearl in a mud shinning more than diamond and gold”, sadarkah kita betapa unik dan indahnya kita dinegeri asing ini?
Jilbab Vs Rok mini
Beauty is painful kata para wanita korea, saat harus menahan rasa sakit memakai sepatu hak tinggi demi terlihat cantik, saat harus kedinginan di saat musim dingin demi mengenakan rok mini untuk tampil sexy. Beauty needs sacrifices kata wanita korea, saat harus bangun subuh demi meluruskan rambut dan me-manikur pedikur kuku tangan dan kaki. Beauty needs money kata orang korea, karena itu banyak orang tua menghadiahi anaknya “uang” untuk operasi plastik agar anaknya tampil cantik saat kuliah, terbukti menurut Korean times hampir 82% wanita Korea sudah dioperasi bagian wajahnya. Benarkah itu arti beauty sebenarnya? Painful, sacrifice dan spend of money? Bila itu adalah hal yang harus dibayar,sebegitu dangkalkah filosofi “beauty”. Tak bisa disangka ada muslimah terjebak irresponsible propaganda beauty. Keputusan mengganti jati diri muslimah jilbab dengan rok mini, seakan menguatkan realita generasi yang miskin militansi, kering idealisme dan buta nilai-nilai. Budaya hedon telah menyulap mereka menjadi konsumen sampah kebudayaan sekuler yang rakus. Kebebasan tanpa kontrol telah menghilangkan jati diri ketimuran dan jati diri muslimah mereka, dimana moralitas dan agama menjadi rambu hubungan antar manusia dan norma-norma tak risih lagi untuk dilanggar. Hal ini terefleksi dari gaya hidup “ala drama korea” yang selalu mengenakan baju ber-merk dan trendi di musim dan masa kini, yang sangat kontras dengan realitas kondisi Indonesia nun 30,000 miles jaraknya dari tempat mereka berdiri sekarang.
I have a dream kata Martin Lutter King, Mimpi itulah yang memotivasi diri untuk tetap tegak berdiri ditengah lingkungan asing bernama luar negeri. Percaya diri tetap tampil syar’I cantik dengan hijab tanpa polesan make up di diri apatah lagi operasi plastik untuk sebuah kata beauty. Memotivasi diri untuk tidak latah ikut ikutan trend, tetap bangkit dari perangkap kapitalisme hedonis yang membabibuta guna memenuhi selera masyarakat korea kebanyakan yang ingin tampil terbuka sempurna. Entah berapa kali para ajumma meneriakkan “towayo” sambil mereka menarik jilbab yang kukenakan. Entah berapa kali para ajoshi menunjuk ke arahku sambil bertanya kenapa aku menutupi kecantikanku dan tidak memakai baju terbuka disana sini? Entah berapa kali para onni memintaku ikut mereka berubah penampilan lebih trendi dengan high hills, legging dan si mini. Entah berapa kali para oppa membujukku untuk operasi plastik demi badan kurus dan wajah sempurna.
Hof Vs Lab
Far East movement, itulah yang terjadi di negeri morning calm Korea. Minum di hof atau bar menjadi sebuah gaya hidup pelepas stress dari penatnya kerja dan keseharian. Sepanjang mata memandang, kaki melangkah hof atau bar menjamur bagaikan warung tegal (warteg) yang ada disetiap sudut kota di Indonesia. Tak ayal, setelah makan malam berbarengan pergi minum menjadi sebuah hal yang menjadi norma dan etika.
Muslimah lebih dari segurat kata
Aku pun katakan pada mereka bahwa untuk menjadi Beauty ins’t painfull, karena aku percaya diri dengan apapun yang melekat di diri…Walau manusiawi, Aku pun kerap bertanya tidakkah aku bosan dengan rute asrama-lab-asrama setiap harinya? Hiburan pertanyaan kebosanan adalah: Menjadi ahli nuklir muslimah pertama di bapeten menjadi mimpi masa depanku pasca studi di korea.
Semangat untuk senantiasa konsisten menjadi muslimah ya tentu tidak mudah.
Lalu kembali ke pertanyaan Jilbab Vs Rok Mini maka jawabannya dengan tegas Jilbab karena kita adalah muslimah bukan wanita korea. Banggalah sebagai muslimah!!karena kecantikan hakiki hanyalah MilikNya!!